Judul : Kiat Sukses Hancur Lebur | Penulis : Martin Suryajaya | Penerbit : baNANA | Cetakan : 2016 | Tebal : 216 halaman | ISBN : 978-979-107954-9
Hidup memang seringkali menghadiahi Anda dengan mukzijat kemalangan yang beruntun dan bervariasi. Ada yang dipecat kepalanya, ada yang dikejar penagih utang, ada yang terserang penyakit kusta dan ada pula yang tiba-tiba mati sendiri tanpa jelas sebabnya. Belum lagi angsuran motor lunas, sudah digondol maling. Sudah bagus ikut arisan kompleks, malah bablas dibawa lari keponakan bendaharanya (hlm. 103).
Kalimat di atas adalah sebagian besar paragraf pembuka yang terdapat pada Bab V: Resep Sukses Tes Calon Pengawai Negeri Sipil.
Sebelumnya, saya justru kebingungan ketika ada kata “novel” di ujung kanan cover buku ini. Di mana kebingungan yang saya pikirkan perihal mengategorikan antara novel atau justru buku kiat-kiat.
Buku yang ditulis oleh Martin Suryajaya dengan memakai tokoh Anto Labil, S. Fil, anggota dari tujuh pendekar kere, membuat pembacanya tidak berhenti tertawa dan kebingungan. Sebab penulis dengan ngawur tapi juga kreatif mengembangkan berbagai kalimatnya.
Misalnya ketika buku ini mengangkat judul: Arahan Seputar Budidaya Ikan Lele, (Lih. Bab Vl). Kemudian mengaitkannya dengan berbagai literatur sejarah yang direntangkan dari Mesir, Yunani Kuno, Palestina sampai ke jalan Marxis-Leninis (baca hlm. 141-146).
Selain kedua bab diatas (Bab V dan Vl), masih ada 6 bab lagi yang dielaborasi oleh penulis secara urakan. Antara lain: Bab l: Menjadi Pribadi Sukses Berkepala Tiga. Bab ll: Tujuh Kurcaci Manajemen Bisnis. Bab lll: Dasar-dasar Akuntansi Avant-Garde. Bab lV: Pemograman Komputer Menggunakan Sepuluh Jari. Bab Vll: Etika Hidup di Apartemen dan Bab Vlll: Cara Gampang Memakai Baju (Lih. Daftar Isi, hlm.5-6).
Dilihat dari berbagai judul bab diatas, sepintas sedikit-banyak para pembaca mendapatkan kesan dan mengira bahwa penulis merupakan sosok yang receh dan aneh. Namun saya menilai bahwa Martin Suryajaya mengarang buku ini dengan cukup “liar biasa” dan anti-mainstream.
Lantaran pembaca akan menemukan hal-hal baru yang besar kemungkinan tidak ditemukan pada buku-buku lain terkhsuus fiksi pada umumnya.
Misalnya penulis memakai kalimat penghubung layaknya politisi ataupun orang yang sedang berkhotbah. Seperti: Salam sepet, Bapak-Ibu sekalian (hlm. 68). Bapak-Ibu sekalian yang murung dompetnya (hlm.103). Bapak-Ibu sekalian yang fasih berdosa. (hlm.165). Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat semacam itu.
Bahkan sialnya dan saya kira, penulis memplesetkan berbagai tokoh, filsuf, ilmuwan, sastrawan terkemuka baik lokal, nasional maupun internasional. Ada Edmund Huserl yang diplesetkan menjadi Edmund Buser, W.S Rendra menjadi WC Rendra dan sederet tokoh lainnya yang sulit dilacak keberadaannya karena secara konteks sudah berbeda.
Ditambah lagi, ada hal unik lainnya yang terdapat pada buku ini. Ihwal disertakan juga sederet catatan kaki dan daftar pustaka. Pun sebagian besarnya juga di plesetkan secara urakan. Misalnya: Paracetamol. 1987. “On sommon substance”, dalam The Hermetic and Alchemical Writings of Paracetamol, Brillo. (Lih, Hlm. 215)
Walaupun penulis memiliki latar belakang filsafat, namun tulisan di dalam buku ini justru tidak berpedoman pada filsafat, di mana identik dengan hal yang lurus dan keseriusan. Alih-alih meruntuhkan kaidah bangunan logika yang baik dan benar. Sehingga saat membacanya pun kita dibuat terhibur (tertawa) dengan berbagai kontradiksi-kontradiksi yang disusunnya.
Kendati demikian, dari segi penulisan tentunya tidak menyalahi kaidah kebahasaan yang benar. Hanya saja dari segi pemaknaan kalimat atau subtansinya, cenderung akan mendapatkan kesan ugal-ugalan dan sulit diambil pelajaran.
Sehingga secara garis besarnya, ketika saya membaca buku ini justru mendapatkan suatu hal berupa kesia-siaan namun sekaligus hiburan, dan mungkin para pembaca lainya turut merasakan hal yang serupa.
Pun lebih jauh daripada itu, buku ini ternyata menyiratkan pola kehidupan orang-orang di era dewasa ini yang menginginkan hidup “sukses” namun cenderung bersikap praktis (tidak mau berusaha).
Di mana penulis (Martin Suryajaya) sudah mengonfirmasi hal tersebut sewaktu ia membedah bukunya bersama Ngobrol Buku melalui fitur siaran langsung instagram, pada Rabu, 22 September 2021. Martin Suryajaya menjelaskan bahwa sewaktu dulu alih-alih hingga sekarang, banyak toko buku yang menjual buku kiat-kiat yang cenderung diminati oleh sebagian besar orang-orang, di mana diposisikannya di rak terdepan. Padahal buku yang sifatnya ‘kiat-kiat’ cenderung berisikan hal-hal yang praktis. Terlebih ia justru menyayangkan berbagai banyak buku teori ataupun ilmu lama-baru yang justru dianakirikan. Alih-alih jarang diminati oleh sebagain besar orang-orang sehingga diposisikannya pada rak belakang.
Oleh: Khoirul Atfifudin