Yogyakarta, Buana Pers – Tari Badui yang tetap bertahan pada era gempuran modernisasi di Kota Yogyakarta. Kearifan lokal yang unik ini merupakan asimilasi dari seni Arab dan Indonesia yang melebur di kebudayaan masyarakat.

Tarian ini diiringi musik dan syair yang dinyanyikan dari Kitab Kotija Badui yang di gelar setiap hari -hari besar Islam. Tarian ini memiliki  makna karakter kepahlawanan serta berisi sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Alat musik tradisional yang digunakan  yaitu Genderang Tambur, Terbang Genjreng, dan sebuah Jedor. Kesenian ini dapat dikatakan sebagai kesenian religi dilihat dari substansi dan isi syair-syair yang di lantunkan.

Pada bulan Oktober ini Tari Badui dilaksanakan tepat dengan peringatan Maulid Nabi  Muhammad SAW. Tari ini memiliki ciri khas pada lantunan yang dilakukan secara bersamaan dan terkadang bergantian. Pakaian penari Badui menggunakan pakaian adat dan celana panjang yang dililitkan  jarik motif batik dengan aksesoris tambahan berupa pedang bambu dan tameng perang, dan blangkon.

Pertunjukan Tarian Badui yang digelar di Minomartani ini  menampilkan kelompok bernama Kubro Siswo Laras Muda. Kelompok tersebut beranggotakan para pelajar dan  sesepuh yang melatih mereka. Tujuan dipilihnya para pelajar  adalah agar kesenian tersebut tetap lestari dari generasi ke generasi. Kelompok Kubro Siswo Laras Muda  ini tidak hanya tampil secara sukarela, tetapi juga membuka jasa pada  acara-acara lain untuk membangun  semangat  mempertahankan kesenian badui.

Tarian ini  menggambarkan tentara yang melakukan pelatihan perang. Pada acara atraksi berisi Jatilan, dimana banyak penonton memberikan uang  sebagai tanda apresiasi atas pertunjukan tersebut. Fungsi dari kesenian ini adalah sebagai hiburan bagi  masyarakat dan peringatan hari besar Islam.

Penulis  : Zaida Azzahra

Editor     : Alan Dwi Arianto

Sumber Foto :  Zaida Azzahra